Peraturan dan Regulasi
1. UU No.19 HAKI
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
2. UU No.36 Telekomunikasi
Ada beberapa kasus mengenai fenomena
media konvergensi di Indonesia, sebut saja Liputan 6 online, Kompas online
dan radio streaming. Dari beberapa contoh yang saya sebut ada satu hal yang
menurut saya sangat menarik, yaitu kasus radio Suara Surabaya. Sedikit
perkenalan, radi ini merupakan radio lokal yang siarannya dapat diakses dan di
unduh secara real time dan online.
Seperti yang telah saya terangkan
sebagai contoh diatas bahwa Suara Surabaya mengalami sebuah fenomena yang
beranjak dari sebuah radio lokal menuju pada sebuah radio global. Perubahan ini
tentu saja sudah tidak dapat lagi dapat diikat oleh regulasi penyiaran yang
ada. Radio Suara Surabaya sudah mulai bergeser pada teknologi digital dengan
sifatnya yang global dan otomatis regulasi yang ada sudah tidak dapat lagi
mengikutinya, apalagi terbentur dengan kebijakan global.
Media TV juga sudah menerapkan hal
serupa dimana teknologi digital akan membawa pada sebuah fenomena penyiaran
digital yang memudahkan media tersebut diakses. Saya dapat mencontohkan bahwa
Nokia sudah mengantisipasi hal ini dengan mengeluarkan tipe mobile phone
dengan reciever sinyal televisi yang menggunakan freqwensi DVB-H,
sehingga siaran televisi digital dapat diakses secara instant, dan hal ini
sudah dimulai 3 tahun lalu ketika Nokia merilis seri N92 dengan menggandeng
RCTI dan SCTV sebagai pioneer di bidang DVB-H broadcast. Disini
dapat dicontohkan bagaimana seluler yang sifatnya sangat personal dapt
dikonvergensikan dengan media televisi yang sifatnya publik.
Keadaan ini pada dasarnya sedang
berusaha diikuti pemerintah dengan berbagai macam langkah dalam mengeluarkan
regulasi dan undang-undang penyiaran, namun hal tersebut tidaklah cukup memadai
dalam mengikuti pergeseran teknologi yang diikuti oleh pergeseran media. Namun
masalah selalu hadir kembali disaat teknlogi informasi dan komunikasi baru
hadir kembali. Secara sederhana dapat saya contohkan dengan peraturan
telekomunikasi WCDMA dan HSDPA (3G dan 3,5G) yang ada sekarang tidak akan dapat
mengikuti teknologi yang akan datang di kemudian hari seperti hadirnya WiMax
yang mempunyai scope interaktifitas yang lebih luas dan lebih cepat.
WiMax memberikan sebuah kesempatan pada khalayak untuk terkoneksi secara global
dan masif, dan secara konsep meniadakan batasan dan jangkauan. Inilah yang
sebenarnya memerlukan sebuah regulasi khusus mengatur berkaitan dengan
kebebasan dan akses publik terhadap media konvergensi.
Baik media yang bersifat personal
maupun publik mengalami pergeseran teknologi sehingga memaksa pemerintah harus
selalu menyusun ulang regulasi. Pemerintah dalam beberapa hal juga sudah
menetapkan regulasi-regulasi baru di bidang penyiaran, sebut saja UU no. 32 /
2002 yang mengatur regulasi penyiaran di Indonesia namun pada saat itu
ditetapkan teknologi digital belum berkembang seperti pada saat ini, apalagi di
saat dimana RUU-nya disusun. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran:
- Bahwa penyiaran TV dan radio harus memiliki IPP (pasal 33 ayat 1).
- Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat menyelenggarakan 1 siaran dengan 1 saluran siaran pada 1 Cakupan wilayah siaran (pasal 20) sehingga tidak relevan lagi pada era penyiaran digital karena penyiaran digital sifatnya adalah banyak siaran pada 1 saluran siaran di 1 cakupan wilayah siaran.
Terdapat juga UU no. 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi yang mengatur: setiap penyelenggaraan pelekomunikasi
harus mendapatkan izin dari pemerintah (pasal 11) dan salah satu bentuk
penyelenggaraan telekomunikasi adalah penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
(pasal 7). UU ini bahkan sama sekali tidak menyentuh penyiaran dengan lebih
jauh sehingga sudah sangat tidak relevan dan efisien dalam penggunaanya, namun
ada satu hal menarik dalam UU ini adalah peraturan penyelenggaraan jaringan
tertutup yang akan ditur kemudian pada pasal 33 KM 20 / 2001. Sepertinya
regulasi mengenai pengadaan infrastruktur tetap masih akan berpatokan pada UU
no. 36 / 1999 ini.
Pemerintah juga memutuskan dan
melakukan sebuah tindakan dengan menyusun dan disahkannya Undang undang
Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh DPR tanggal 25 Maret 2008 oleh DPR
mengenai aturan-aturan yang berkaitan dengan keberadaan Internet yang menurut saya
hanya bisa mengikat kasus-kasus yang terkait pada teknologi web 1.0 dan bukan
pada penerusnya web 2.0.
Melihat hal ini kita seharusnya
sadar bahwa regulasi penyiaran tahun 2002 sudah mulai dipertanyakan
keefektifannya dan sudah saatnya menyusun sebuah rencana baru untuk pengaturan
penyiaran di Indonesia. Hal tersebut mengingat bahwa UU no. 32 / 2002:
- Tidak membicarakan adanya antisipasi perpindahan sistem analog kepada sistem digital. Pada prakteknya saat ini hampir semua perangkat mulai mendukung dan menggunakan fasilitas digital.
- Tidak tertuang bagaimana media dapat berkonvergensi dengan teknologi telekomunikasi yang memungkinkan adanya feedback dan partisipasi langsung.
- Media konvergensi menawarkan dan melakukan semua yang belum bisa dilakukan media konvensional. (dalam konteks media massa).
Pada kenyataanya pemerintah juga
tidak menutup mata tentang hal ini. Langkah pemerintah yang paling tidak saat
ini mulai terlihat adalah dengan mulai menyusun peraturan dan regulasi untuk
media TV digital dengan adanya Kepmen no.7 21 Maret 2007 yang berisi penetapan
DVB-T sebagai standar penyiaran nasional (DVB-T ini juga sistim yang dipakai di
Eropa)
3. UU Informasi dan Transaksi
Elektronik
Ada banyak tantangan, regulasi, dan
kebijakan pemerintah yang harus segera dilaksanakan untuk menunjang
keberhasilan masyarakat informasi di Indonesia, sekaligus memperkecil tingkat
kesenjangan digital. Pemerintah dibantu Departemen Komunikasi dan Informasi
(Depkominfo), dalam hal ini adalah sebagai motor utama, penggerak, dan motivator
pemberdayaan masyarakat agar sadar akan teknologi.
Pembenahan infrastuktur teknologi
informasi dan komunikasi, pembuatan program untuk masyarakat informasi secara
berkala, penentuan regulasi dan kebijakan, serta penyediaan fasilitas untuk
mendukung keseluruhan sistem ini perlu didiskusikan secara matang oleh berbagai
pihak. Tidak hanya antar instansi, tetapi juga mengajak berbagai sekolah,
universitas, dan elemen masyarakat untuk turut aktif membantu program-program
pemerintah yang bersifat sosialisasi.
Dalam kaitannya dengan pembenahan
infrastruktur, pemerintah harus mempersiapkan prioritas dan kebutuhan
masyarakat di berbagai daerah. Hal ini untuk menghindari pembangunan
infrastruktur yang tidak tepat sasaran. Misalnya pemerintah menggali berbagai informasi
melalui survei-survei yang dilakukan secara periodik tentang keberadaan
jaringan informasi dan telekomunikasi.
Pada kenyataannya masih banyak
daerah pelosok, pinggiran, maupun perbatasan yang belum terjangkau oleh
jaringan listrik, jaringan telepon (BTS dan kabel telepon), serta internet.
Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi sosial, budaya,
dan pendidikan masyarakat setempat untuk mengetahui tingkat antusiasme dan
kesadaran masyarakat, sehingga dapat dibedakan mana kelompok masyarakat yang
sudah siap dan belum siap.
Beberapa waktu yang lalu pemerintah
telah membuat beberapa program yang sudah dijalankan dan cukup bisa mendukung
terwujudnya masyarakat informasi. Misalnya dengan pembangunan sehari satu juta
sambungan listrik yang dilakukan PLN ketika memperingati Hari Listrik Nasional.
Kemudian beberapa hari yang lalu Menkominfo, Tifatul Sembiring, juga baru saja
meresmikan 14 desa berdering yang terletak di berbagai daerah perbatasan. Yang
tidak kalah hebat yaitu peluncuran M-CAP (Mobile Community Access Point) atau
dikenal dengan mobil warnet keliling oleh Depkominfo. Jika kegiatan semacam ini
giat dilakukan dan berkelanjutan, serta benar-benar diterapkan, maka sedikit
demi sedikit target pencapaian pemerintah akan semakin dekat.
Depkominfo sendiri telah menetapkan
beberapa tahapan pencapaian untuk menuju masyarakat informasi Indonesia yang
meliputi sbb :
- Desa Perintis (2005) : Pada tahap ini sebagian besar desa belum terhubung dengan fasilitas telekomunikasi. Jumlah desa yang terhubung dengan fasilitas telekomunikasi masih dibawah 50 persen dari jumlah total desa di Indonesia.
- Desa Berdering Terpadu (2010) : Pada tahap ini telepon dasar sudah tersedia di seluruh desa di Indonesia dengan jumlah sambungan minimal satu satuan sambungan telepon (sst). Layanan yang disediakan pada tahap ini masih terbatas pada layanan komunikasi suara.
- Desa Online (2015) : Pada tahap ini diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas layanan hingga 10 sst untuk 1 desa, dilanjutkan dengan penyediaan barang akses internet.
- Desa Multimedia (2020) : Pada tahap ini diharapkan pemanfaatan TIK sudah menjadi kebutuhan masyarakat desa dalam aktifitas sehari-hari dan menjadikan TIK sebagai sarana untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di desa. Dengan adanya pemahaman yang baik terhadap TIK diharapkan akan menumbuhkan akses informasi baik telepon dan internet. Selain itu, perlu menyediaan konten yang berkelanjutan sehingga desa tersebut menjadi bagian dari komunitas informasi dunia.
- Masyarakat Informasi (2025) : Hampir 50 persen penduduk Indonesia mempunyai akses informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Pemaksimalan teknologi informasi hingga ke pelosok pedesaan melalui layanan e-economy dan e-health diharapkan dapat diterapkan.
Seiring dengan pertumbuhan dunia
teknologi, terutama yang berhubungan dengan ketersediaan konten informasi, maka
pemerintah mau tidak mau juga harus mulai merancang berbagai dasar regulasi dan
kebijakan. Sebagai contoh yaitu tentang bagaimana mendidik masyarakat agar
selalu membiasakan diri menggunakan konten yang sifatnya edukatif. Atau
melindungi setiap individu pengguna media informasi dari hal-hal seperti
kejahatan digital, perlindungan privasi, serta hak kebebasan untuk berpendapat.
Pemerintah sendiri telah mengesahkan
Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2008 yang
lalu. Hadirnya Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia (RPM Konten)
beberapa waktu yang lalu juga turut mengundang banyak pertanyaan yang justru
merugikan banyak pihak. Di balik hal-hal yang sifatnya kontroversial terkait
penyusunan suatu regulasi, hendaknya segera ditindaklanjuti dengan para
pelakunya. Perlu diingat bahwa suatu saat nanti juga diperlukan pengkajian
ulang dan pembaharuan regulasi yang pernah dibuat, karena perkembangan
informasi dan telekomunikasi berlangsung begitu cepat dan berubah-ubah sesuai
zamannya.
sumber : www.wordpress.com/2011/03/03/regulasi-dan-peraturan-tsi/
sumber : www.wordpress.com/2011/03/03/regulasi-dan-peraturan-tsi/
0 komentar :
Posting Komentar